Minggu, 31 Januari 2010

ADA APA DENGAN FACEBOOK? Baik Buruk Facebook, Analisa Positif dan Negatif Facebook



Belakangan ini, situs jejaring sosial Facebook sedang hangat menjadi perbincangan di masyarakat. Hal ini seiring dengan hadirnya inisiatif untuk merumuskan sebuah pandangan keagamaan tentang fenomena Facebook itu sendiri. Namun, apakah kita semua sudah mengenal apa itu Facebook ?. Sebelum kita bicara lebih jauh tentang Facebook, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu sejarah Facebook, dan apa saja manfaat serta mudharat dari Facebook itu sendiri.

Siapa sih yang tidak kenal situs pertemanan Facebook. Saat ini, hampir setiap orang diseluruh belahan dunia termasuk juga Indonesia, telah terjangkit virus Facebook. Mulai dari anak muda, orang tua, bahkan anak-anak sudah mengetahui dan keranjingan terhadap situs jejaring sosial Facebook.

Facebook (disingkat FB) merupakan situs web jaringan sosial yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 dan didirikan oleh Mark Zuckerberg yang berusia 21 tahun, seorang lulusan Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaannya pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Dalam dua bulan selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston College, Boston University, MIT, Tufts), Rochester, Stanford, NYU, Northwestern, dan semua sekolah yang termasuk dalam Ivy League. Banyak perguruan tinggi lain yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat surat-email suatu universitas dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs ini.

Selanjutnya dikembangkan pula jaringan untuk sekolah-sekolah tingkat atas dan beberapa perusahaan besar. Sejak 11 September 2006, orang dengan alamat surat-e-mail apa pun dapat mendaftar di Facebook. Pengguna dapat memilih untuk bergabung dengan satu atau lebih jaringan yang tersedia, berdasarkan sekolah tingkat atas, tempat kerja, atau wilayah geografis.

Hingga Juli 2007, situs ini memiliki jumlah pengguna terdaftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi, dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serikat, mengungguli situs publik lain seperti Flickr, dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya.

Situs jejaring memang begitu banyak di dunia maya, mulai dari Friendster, Live Connector, Tagged, MySpace, Hi5, Fupei hingga Facebook. Namun, Tidak ada situs jejaring sosial lain yang mampu menandingi daya tarik Facebook terhadap pengguna (user). Pada tahun 2007, terdapat penambahan 200 ribu account baru perharinya Lebih dari 25 juta user aktif menggunakan Facebook setiap harinya. Rata-rata user menghabiskan waktu sekitar 19 menit perhari untuk melakukan berbagai aktifitas di Facebook. Kini Facebook memiliki karyawan 250 - 1000 orang, dengan pendapatan $50 – $100.

Facebook merupakan salah satu layanan jaringan sosial internet yang gratis dimana kita dapat membentuk jaringan dengan mengundang teman kita. Dan dari jaringan yang kita bentuk, kita dapat memperhatikan aktifitas mereka, mengikuti permainan/ join game yang direkomendasikan, menambahkan teman atau jaringan kita berdasarkan organisasi sekolah, daerah domisili kita, dan seterusnya. Bisa dibilang fasilitas untuk berteman dan membina kehidupan sosial.

Di tahun 2008, Indonesia merupakan negara negara Asia Tengara yang paling cepat perkembangan pengguna Facebooknya, yakni 645 persen menjadi 831.000 pengguna Facebook, dan tertinggi kelima di dunia setelah Amerika, Inggris, Prancis dan Italia, dan berpotensi meningkat dalam skala besar (The Jakarta Post 22 Mei 2009).

Belakangan ini kritikan pun muncul dari sejumlah ulama karena FB dianggap dapat mendorong terjadinya perselingkuhan, sehingga mereka mencari jalan untuk membuat regulasi perilaku online di Indonesia. Juru bicara NU Abdul Muin Shohib menyatakan bahwa Facebook dan semacamnya dilarang karena mereka tidak menyebarkan agama islam, tapi untuk bergosip. Maklumat ini dimaksudkan untuk memperingatkan Muslim Indonesia karena banyak diantara pengguna Facebook dan friendster adalah siswa, dan dikhawatirkan Facebook disusupi cyber pornografi (The Jakarta Post 22 Mei 2009).

Fatwa haram menggunakan facebook, juga dikemukakan oleh Pondok Pesantren se Jawa-Madura yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pondok Pesantren Putri (FMP3), Facebook cenderung digunakan sebagai alat untuk PDKT (pendekatan) dengan lawan jenis, digunakan untuk berbicara tentang masalah intim secara terbuka atau mendukung perilaku vulgar, sehingga dinyatakan haram. menurut forum tersebut, Islam memiliki pedoman tersendiri untuk mengetahui karakteristik lawan jenis yang ingin dijadikan pasangan hidup.

Mengapa mereka mengharamkan facebook? untuk itu, agar tidak terjadi kesimpangsiuran tanggapan tentang Facebook, ada baiknya kita mengetahui dampak positif dan negatif Facebook.

Berikut adalah manfaat yang bisa diambil dari Social Network Facebook :


  1. Untuk Silaturahmi, antar teman lama, teman baru, dan keluarga.
  2. Untuk menghimpun keluarga famili, saudara, kerabat yang tersebar,
  3. Sebagai media diskusi, media dakwah, tukar informasi dan mengajak kebaikan.
  4. Sebagai media iklan, baik ikan gratis dengan cara posting maupun iklan berbayar yang telah disediakan.
  5. Sebagai media kampanye untuk pemenangan capres dan cawapres 2009.
  6. Membangun komunitas kelompok tertentu, Sekolah tertentu, suku tertentu, agama tertentu, hoby tertentu.
  7. Melatih berkomunikasi, melatih menulis, mengeluarkan pendapat, melatih berkomentar.
  8. Untuk media menyimpan photo keluarga, photo kenangan dan video yang sekaligus bisa di share.


Beberapa hal dampak buruk dari FaceBook :


  1. Mengurangi kinerja karena karyawan perusahaan, dosen dan mahasiswa yang bermain facebook pada saat sedang bekerja, pasti mengurangi waktu kerja.
  2. Berkurangnya perhatian terhadap keluarga, ini terjadi karena orang tua semakin sedikit waktunya dengan anak-anak dan keluarga mereka karena Facebook.
  3. Tergantikannya kehidupan sosial karena sebagian orang merasa cukup dengan berinteraksi lewat Facebook sehingga mengurangi frekuensi bertemu muka.
  4. Batasan ranah pribadi dan sosial yang menjadi kabur, karena Dalam Facebook kita bebas menuliskan apa saja, sering kali tanpa sadar kita menuliskan hal yang seharusnya tidak disampaikan ke lingkup sosial.
  5. Tersebarnya data penting yang tidak semestinya, seringkali pengguna Facebook tidak menyadari beberapa data penting yang tidak semestinya ditampilkan secara terbuka.
  6. Pornografi, sebagaimana situs jejaring sosial lainnya tentu ada saja yang memanfaatkan situs semacam ini untuk kegiatan berbau pornografi.
  7. Kesalahpahaman, seperti kasus pemecatan seorang karyawan gara-gara menulis yg tidak semestinya di facebook, juga terjadi penuntutan ke meja pengadilan gara-gara kesalahpahaman di Facebook.


Melihat dari dampak positif dan negatif dari penggunaan Facebook ini, semua berpulang pada diri kita masing-masing. Jika membicarakan dampak baik dan dampak buruk tidak akan ada habisnya, sebab semua akan terus berkembang dan susah untuk dibendung. Untuk itu, kehadiran Facebook hendaknya bisa disikapi dengan bijaksana, dibuang yang buruk dan diambil manfaatnya.
Kalau boleh dikatakan, Facebook lebih komunikatif dan interaktif dan bisa memperluas wawasan kita semua, tanpa harus berlama-lama larut dalam kontroversi ini. Sebab, ada baiknya memperkuat kendali dari hati, pikiran, iman kita sendiri dalam menyikapi perkembangan teknologi informasi.

Kamis, 28 Januari 2010

Polemik Ujian Nasional: Pentingkah?


Pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tinggal menghitung hari. Tapi polemik yang menyangkut dirinya tak berhenti bergulir. Kabar terbaru mengatakan Mendiknas tetap melaksanakan UN meski ada dua fraksi (FPKS dan FPDIP) yang menolak dalam rapat dengar pendapat di DPR. Hal ini membuat sebagian masyarakat terutama para aktivis pendidikan semakin 'sebal' dengan pemerintah yang seakan tak mendengar suara rakyat dan mematuhi putusan MA.

Bagi saya pribadi yang juga adalah siswa kelas 3 dan nanti akan mengikuti UN, beban tetaplah terasa. Stress pun terkadang menyertai hari-hari saya. Tapi ada hal yang sebenarnya lebih 'mengusik hati'. Bukan tentang saya, tapi tentang kita, siswa tingkat akhir SMP dan SMA Indonesia.

Pertama adalah ketika siswa-siswa SMA ramai-ramai ikut demonstrasi. Bukan demonstrasinya yang salah. Tapi efek psikologisnya bagi siswa tersebut. Mereka jadi sibuk memperjuangkan pembatalan UN dan melupakan tugas utamanya untuk belajar. Jika UN dibatalkan, jika tidak? Entah bagaimana efeknya bagi siswa tersebut.

Kedua adalah ketika UN dijadikan fokus pemberitaan di berbagai media. Saya bingung, mengapa akhir-akhir ini fokus pemberitaan media selalu saja bertemakan 'polemik'. Entah itu masalah politik, ekonomi, hukum, bahkan pendidikan. Pembertiaan di media seakan menunjukkan Indonesia kini hanyalah kekacuaan. Mungkin jika disampaikan secara proporsional tak jadi masalah. Tapi menurut saya justru ketidakberimbanganlah yang sering tercitrakan. Mudah-mudah saja berbagai polemik tak membuat harapan kita hilang untuk membangun masa depan.

UN sebagai salah satu polemik 'ramai' yang menyentuh langsung kita (siswa tingkat akhir SMP dan SMA), mungkin mendapat porsi lebih di dalam hati dan pikiran kita. Berbagai pertanyaan seputar UN terus berkutat di ranah hati, pikiran, bahkan percakapan kita. Bahkan bisa dibilang kita pun was-was menanti-nanti, kira-kira apa nih keputusan terbaru dari pemerintah? Tapi yang bahaya adalah ketika porsi itu mampu mengalahkan hal-hal lain yang lebih substansial, seperti ajaran-ajaran moral, berbagai keterampilan hidup, dan wawasan yang mendunia. Karena pendidikan tak hanya UN. Lebih dari itu!

Mau tak mau polemik UN memang akan tetap mendapat porsi dalam hati dan pikiran kita. Tapi kita harus menjaganya. Jangan sampai polemik itu mengalahkan porsi di hati dan pikiran kita untuk merencanakan masa depan dan terus bermanfaat bagi masyarakat. Masih banyak yang lebih penting!

Sabtu, 16 Januari 2010

4 Alasan Mengapa Anda Harus Berbisnis

Sebagian besar pelajar yang pernah saya temui selalu 'menyambungkan' pilihan jurusan kuliahnya dengan pilihan karir dan profesinya. Hal ini memang tidak salah, tapi jika mereka memilih jurusan kuliah dengan pertimbangan akan mendapat gaji yang besar ketika telah lulus dan bekerja pada wilayah karir yang sesuai dengan basis jurusannya tersebut. Apa tidak salah tujuan tuh? Tujuan utama kita kuliah kan sebenarnya studi, bukan siap-siap diri buat dapet gaji. Meski uang menggiurkan, bakat dan minat diri haruslah tetap dijadikan refensi utama dalam penentuan jurusan.

Nah... Kalau anda khawatir dengan nasib masa depan anda, sehingga harus mengorbankan bakat dan minat anda sebenarnya. Saya punya solusinya. Berbisnislah! Karena semua orang dengan basis jurusan apapun pasti bisa melakukannya. Ialah salah satu alternatif cita-cita masa depan anda. Pertimbangkanlah!

Ada beberapa alasan mengapa anda harus mempertimbangkan berbisnis sebagai cita-cita masa depan anda.

1. Wilayah Peluang yang Begitu Luas
Ketika lowongan pekerjaan telah semakin sedikit, sebaliknya peluang bisnis justru tetap terbuka dengan seluas-luasnya, bahkan hampir tidak terbatas. Karena pada dasarnya berbisnis adalah usaha memenuhi kebetuhan orang lain dan orang lain menggantinya dengan sejumlah uang. Sehingga terlihat jelas adanya asas saling tolong menolong dalam berbisnis. Makanya, saya seringkali kesal ketika ada pebisnis yang justru memiliki sifat serakah dan hanya mementingkan keuntungan pribadi. Pebisnis seperti itu telah mengkhianati esensi dari bisnis itu sendiri.

Dalam konsepsi Islam, pintu rezeki dari berbisnis pun dikatakan memiliki 19 pintu dari 20 pintu yang ada. Jelas konsepsi ini pun mampu kita universalitaskan, seperti konsepsi-konsepsi Islam lainnya (Tentunya selain Aqidah dan Ibadah loh). Mungkin kalau kita simpulkan: Jika ingin kaya, maka bisnislah jalannya!

2. Waktu Kerja yang Bisa Diatur
Saya sering mendengar, katanya pegawai dan orang bergaji lainnya seringkali kesal. Karena waktu kerja yang telah mereka curahkan tidak sebanding dengan gaji yang mereka dapatkan. Bahkan ujung-ujungnya mereka seringkali stress. Tapi yang paling parah adalah ketika waktu kerja yang telah mengikat itu mematikan kreativitas dan kompetensi diri hasil dari hobi yang dulu sering kita lakukan. Waduh, berasa jadi robot tuh!

Di sisi lain, bisnis justru hadir dengan waktu kerja yang bisa diatur. Karena dalam bisnis yang dihargai bukanlah skill kita, tapi ide dan inovasi kita. Kita punya ide, kita organisasikan, hingga akhirnya kita implementasikan.

3. Bebas Dipilih Oleh Siapa pun
Jika pekerjaan pegawai atau orang bergaji lainnya biasanya mensyaratkan basis jurusan tertentu, maka bisnis justru sebaliknya. Semua orang bebas menjadi pebisnis. Siapu pun ia. Karena berbagai skill yang dibutuhkan dalam bisnis biasanya mampu kita kuasai hanya dengan membaca buku atau bahkan learning by doing. Karena sifatnya memang lebih praktikal dibanding teoritis. Salah satu pelajaran wajib yang tidak akan pernah dilewati oleh setiap pebisnis: KEGAGALAN. Karena dengan gagal, kita akan tahu mana yang benar.

4. Tak Lekang Oleh Zaman
Ketika banyak profesi yang naik turun tingkat kebutuhannya di masyarakat, bisnis hadir dengan segala kefleksibelitasannya. Bisnis tak lekang oleh zaman. Lihat saja! ketika zaman berubah menjadi zaman informasi terlebih dengan adanya internet. Bisnis menyesuaikan dirinya dan lahirlah bisnis online. Sungguh tak ada habisnya peluang untuk berbisnis di dunia ini.

Tapi ingat! Esensi bisnis tidak hanya untuk memperkaya diri, tetapi juga untuk memakmurkan orang lain. Oleh karena itu, uang yang kita dapat harus terus kita alirkan tentunya dalam kegiatan yang positif. Bantulah orang lain! Karena kebaikan anda pasti kembali pada diri anda sendiri. Apapun bentuknya.

Jangan ragu lagi! Jutaan peluang bisnis telah menanti anda untuk segera menjemput mereka dan melahirkan mereka ke dunia demi kemakmuran kita bersama. Sudahkan anda menentukan cita-cita anda? Nampaknya menjadi pebisnis pilihan yang sulit ditolak deh.

Kamis, 14 Januari 2010

4 Langkah Cerdas Menentukan Cita-Cita

Cita-cita bukanlah kata baru bagi diri kita. Bahkan kita telah mendengar dan mengucapkannya saat kita masih kanak-kanak. Dulu, ketika kita ditanya, "Apa cita-cita kalian anak-anak?" Entah kenapa sebagian besar dari kita pasti menjawab: dokter, pilot, insinyur, dsb. Mungkin karena saat itu profesi itulah yang terlihat keren bagi kita. Oh tidak, bukan keren, tapi koureen (melambangkan kelebayan yang sudah kronis).

Nah... Itulah yang membedakan dulu dan kini. Dulu kita cenderung spontan dan reaktif, apa saja yang terlihat koureen pasti kita langsung menjadikkannya sosok ideal dan kita cita-citakan. Tapi kini, kita telah semakin beranjak dewasa, cara berpikir dan bersikap pun sudah seharusnya menjadi semakin bijak. Termasuk dalam menentukan cita-cita.

Oleh karena itu, kita harus tahu, cita-cita apa yang paling tepat bagi diri kita, keluarga, masyarakat, bangsa, dan dunia (Wuih, sampe mendunia gitu). Berikut saya berikan beberapa langkahnya:

1. Menyadari Misi Hidup
Inilah langkah awal yang pertama kali harus kita lakukan. Sebenarnya untuk apa sih kita hidup di dunia ini? Kalau dalam Islam, misi hidup adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Sehingga segala usaha dan daya upaya kita di dunia harus tertuju pada-Nya. Tapi... Konsep ini juga bisa diuniversalitaskan kok, agar bisa diterima oleh semua pemuluk agama, yakni menjadi bermanfaat bagi setiap orang dan maju bersama dalam kedamaian.

Hal ini jugalah yang seringkali membedakan antara kesuksesan yang satu dengan kesuksesan yang lain. Misal, si A merasa sukses karena berkuasa dan memiliki harta, tetapi si B justru merasa sukses karena setiap yang dia punya mampu bermanfaat bagi orang lain. Karena kesuksesan tidak dinilai dari jumlah (kuantitas) tapi dari daya kebermanfaatannya (kualitas).

Untuk itu, cita-cita apapun yang kita inginkan haruslah tetap berada pada trek ini: trek kebermanfaatan.

2. Mengenali Kompetensi Diri
Setelah tahu trek mana yang harus kita jadikan jalan, selanjutnya adalah mobil apa yang akan kita pakai. Ialah kompetensi diri. Karena kesuksesan cita-cita seseorang sangat bergantung pada ketercocokan antara kompetensi diri dengan peran yang berusaha ia ambil.

Coba pikirkanlah! kira-kira kompetensi apa yang kita punya sekarang dan kira-kira peran apa yang cocok untuk kita. Tapi ingat! kompetensi adalah integrasi dari bakat dan minat. Bisa saja anda merasa tidak berbakat menulis, tapi anda berminat. Maka anda harus melatihnya, agar minat bisa ter-follow up menjadi kompetensi.

3. Melihat Kebutuhan Masyarakat
Karena trek kita adalah trek kebermanfaatan, maka kita pun harus menyesuaikan kompetensi diri kita dengan kebutuhan masyarakat. Contoh: Si A merasa mampu menjadi seorang panglima perang, tetapi negara sedang dalam keadaan damai. Seberepa bermanfaatkah ia? Pasti takkan sebesar jika negara sedang terancam.

Selain itu, kita juga harus mampu jeli melihat peluang. Bukan masalah uang, tapi kebaikan. Kira-kira peluang kebaikan apa yang masih banyak orang lain lirik. Maka pilihlah itu.

Lihatlah! Mulai dari hal sekitar. Kira-kira, apa yang sedang lingkungan butuhkan, sesuaikan dengan kompetensi diri kita, dan BOOM! Ledakan kebermanfaatan akan segera terjadi.

4. Tentukan Cita-Cita Anda Sekarang Juga!
Tak ada waktu lagi. Tentukanlah cita-cita anda sekarang juga. Jangan takut salah. Karena seiring dengan berjalannya waktu cita-cita itupun akan terus mengalami berbagai penyesuaian dan penyelarasan mengingat kompetensi diri yang terus berkembang dan kebutuhan masyarakat yang terus berubah.

Setelah cita-cita telah kita tentukan, tulislah karena itu akan mengikatnya, lalu ceritakanlah pada teman-teman anda karena saran dan kritik dari mereka akan sangat berguna bagi masa depan anda.

Ingat! Di perjalanan kita nanti, cita-cita akan berfungsi sebagai penjaga nafas tekad. Di kala tekad kita tidak stabil dan fluktuatif, pengingatan kembali cita-cita besar dan mulia akan melahirkan energi jiwa: Dorongan Tekad yang Menyegarkan dan Menggerakkan.

Senin, 04 Januari 2010

Reoritentasi Belajar: Bukan Nilai, Tapi Kecakapan

“Waduh, besok ulangan, mesti belajar nih gw!” Ungkapan fiksi sederhana yang nampaknya cukup merepresentasikan kondisi pelajar masa kini. Sebuah kondisi dimana nilai ulangan, tes, ujian, dsb, menjadi orientasi belajar para siswa. Mereka menghafal rumus, teori, dan semua penjelasan di buku hanya untuk satu tujuan: mendapatkan nilai yang baik. Lalu apakah dengan nilai yang baik berarti pelajar tersebut sudah memahami pokok bahasan tersebut? Apakah dengan nilai yang baik berarti sudah mampu menjadi manusia yang lebih baik dan bisa bermanfaat bagi masyarakat?

Memahami Esensi Pendidikan
Secara umum, pendidikan dapat didefinisikan sebagai serangkaian upaya untuk memanusiakan manusia. Karena pendidikanlah yang bertugas untuk melakukan transmisi nilai (value) dan pengembangan potensi. Sehingga nantinya manusia akan punya ‘pedoman hidup’ berupa nilai-nilai serta kecakapan yang akan diaplikasikan di dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam filosofi pendidikannya, Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa perkembangan manusia itu meliputi tiga aspek: Daya Cipta (Kognitif), Daya Rasa (Afektif), dan Daya Karsa (Konatif). Dari filosofi tersebut kita bisa menyimpulkan bahwasanya manusia itu punya lebih dari satu aspek untuk dikembangkan melalui pendidikan. Sehingga penitikberatan terhadap salah satu aspek saja akan berakibat fatal terhadap masa depan sang manusia dan juga lingkungan masyarakat yang didiaminya. Salah satu contoh aktualnya ada maraknya praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di negeri ini.

Ibarat dalam kondisi perang, pendidikan adalah sebuah proses pengumpulan bekal baik berupa kecakapan maupun mental agar bisa menjadi prajurit yang gagah di medan perang. Jika pendidikan tak mampu menjalankan tugasnya tersebut, maka kekalahan di medan perang niscaya akan sering terjadi. Ini pulalah yang menjadi salah satu sebab pokok dari krisis multidimensi di negeri ini.

Orientasi Belajar: Nilai atau Kecakapan?
Maksud hati sebenarnya nilai (score) itu digunakan sebagai sebuah parameter yang akan menunjukkan tingkat kepahaman pelajar untuk pokok bahasan tersebut. Namun di lapangan terjadinya banyak ketidaksinkronan. Itu berarti, kini nilai yang menjadi standard acuan itu tak lagi representatif.

Salah satu bentuk ketidaksinkronan tersebut adalah belajar hanya menjelang ujian atau sering disebut SKS (Sistem Kebut Semalam). Hal ini membuat pokok bahasan hanya akan menjadi hafalan jangka pendek bagi para pelajar yang mungkin hanya akan berguna untuk ujian saja. Jika hal itu yang terjadi, jangankan bisa dimanfaatkan dalam kehidupan bermasyarakat, memaknainya saja mungkin jarang dilakukan.

Bentuk ketidaksinkronan yang kedua adalah dianggapnya menyontek sebagai bagian dari usaha. Bagi penulis, ini adalah sebuah penghinaan yang ditujukan pada kaum sendiri, kaum terpelajar. Dulu, orang terpelajar adalah orang yang dielu-elukan masyarakat karena prospek masa depannya yang cerah. Tapi kini, sebagian dari kita telah menjerumuskan diri sendiri di dalam lubang kenistaan. Selain itu, menyontek ternyata juga berdampak buruk bagi psikologis bagi pelajar. Mereka akan menjadi malas dan tidak percaya diri. Rasa-rasanya mata rantai korupsi di Indonesia akan terus berlanjut jika mental dari para penerus bangsa masih seperti ini.

Pada dasarnya manusia telah disediakan jalan yang lurus di dunia ini. Jalan kebenaran. Namun, nafsu duniawi telah menggelapkan mata manusia, sehingga kenistaanlah yang tepat untuknya. Pendidikan yang semula memiliki misi luhur pun akan menjadi nista jikalau para pelajarnya tidak mampu mengontrol nafsu mereka. Kini hati yang bicara.

Reorientasi Belajar: Mengembalikan Pendidikan ke Jalan yang Lurus
Menghentikan mata rantai kebobrokan mental di negeri ini. Itulah salah satu ‘PR’ kita sebagai generasi penerus. Salah satu caranya adalah dengan reorientasi belajar. Jangan lagi terlalu menganakemaskan nilai, karena pada dasarnya nilai itu akan ikut dengan sendirinya jika kita sudah paham tentang pokok bahasan tersebut.

Namun, tugas kita kini bukan hanya harus paham, tetapi juga mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat. Karena ilmu dan pengetahuan yang telah kita dapatkan di sekolah itu tidak ada harganya jika hanya diganjar dengan nilai atau ijazah. Akan tetapi, ia akan sangat berharga jika dengan hal itu kita mampu berkontribusi di masyarakat bahkan mengubah bangsa, apalagi dunia.

Pada dasarnya setiap pelajaran yang diberikan itu aplikatif. Sehingga salah besar jika kita menyebut ada yang namanya pelajaran hafalan. Yang ada hanyalah pokok bahasan yang sulit untuk diaplikasikan dalam waktu dekat karena keterbatasan sarana yang ada. Tapi masih banyak pokok bahasan lain yang sebenarnya bisa kita aplikasikan dalam waktu dekat. Seperti bagaimana sosiologi mengajarkan kita tentang perilaku menyimpang berikut pengendalinya. Bagaimana ekonomi mengajarkan pada kita tentang penyebab perubahan kondisi perekonomian seperti inflasi, fluktuasi kurs rupiah, hingga masalah APBN. Bagaimana biologi membuka wawasan kita tentang sifat-sifat tumbuhan dan hewan yang semestinya harus bisa hidup berdampingan dengan kita.

Untuk menghentikan krisis multidimensi di negeri ini dan menjawab tantangan masa depan, perubahan dalam bidang pendidikan mutlak diperlukan. Sebagai pelajar, yang bisa kita lakukan adalah mengubah orientasi belajar kita dan berusaha ‘menyambungkan’ setiap pokok bahasan yang kita pelajari dengan fenomena alam dan sosial. Ketika pendidikan sudah kembali ke jalan yang lurus, perubahan besar bangsa ini bukan lagi sekedar mimpi.

Perubahan Arus Bawah: Dari Kita, Oleh Kita, Untuk Bangsa
Pandangan tertunduk, tak berani menatap ke depan. Mereka takut dengan tantangan zaman. Mereka tak berani melakukan perubahan. Merekalah sebagian pemuda zaman sekarang.

Bagi bangsa yang memiliki tingkat keberagaman sangat tinggi, perubahan arus atas (kebijakan/peraturan) dirasa kurang efektif, mengingat besarnya potensi penolakan akibat banyaknya perbedaan pandangan. Sehingga salah satu cara yang lumayan efektif adalah perubahan arus bawah. Perubahan dari akar rumput. Perubahan yang dimulai dengan cara mengubah diri sendiri dan mengajak orang lain untuk ikut berubah. Dalam Islam, hal ini disebut dakwah.

Langkah pertama adalah meyakini diri sendiri tentang kebenaran ini. Kebenaran tentang esensi pendidikan yang sebenarnya. Kebenaran tentang orientasi belajar yang benar. Kebenaran tentang keharusan ‘menyambungkan’ pokok bahasan dengan fenomena alam dan sosial. Keyakinan tersebut nantinya akan menampilkan sosok baru dari diri kita dan mungkin saja akan menimbulkan pertanyaan dari sebagian teman kita. “Makin lama makin cerdas aja lu?”, “Wuih, wawasan lu kok makin luas aja?”, “Lu kok bisa dapet nilai bagus tanpa nyontek sih?”, Jawab pertanyaan itu dengan yakin: “Karena gw telah melakukan apa yang seharusnya pelajar lakukan.”

Ketika pendidikan sudah kembali ke jalan yang lurus, perubahan besar bangsa ini bukan lagi sekedar mimpi.” (Pratama)

sumber: notes FB pribadi

Followers

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | coupon codes